*
di wajahku musim berganti gegas—cemas; kehilangan seperti juntai intai yang menyergap kita hingga bisu. basi. “lalu kapan kita sampai, jika langkah tak punya tingkah?” di stasiun (bagiku) kereta adalah berita yang bercerita tentang derita. “lalu kapan langkah punya tingkah, jika sampai tak beri janji?” kita diam.
*
sayangku, dengarlah erang kereta; seperti maut yang berang siap memenggal kepala kita. “jangan takut sayang, bukankah sebelum mati aku sudah dicintaimu?” katamu. aku diam.
*
masih di stasiun, hujan gugur—mengguyur lebur waktu. “tapi setua apa waktu yang kita butuh buat mungkin yang yakin?” setahuku, tak pernah ada yang siap untuk kehilangan, begitu juga kita; kata yang selalu tidak, bagi pergi dan nanti—keduanya luka. jangan pilih pergi. hingga tak perlu ada nanti. pun sebaliknya.
*
“sal, jika aku tidak mencintaimu, apakah kau berhenti mencintaiku?” tanyamu. aku diam.
*
berangkatlah, sayang, kereta hendak laju. aku liku laku rel yang membawamu ke jumpa. pada jumpa, kita akan menjabatkan tangan dan menukar kisah tualang; aku dilindas kau yang gerbong. kau membincang alamat yang dituju, aku merancang selamat yang ragu, lalu kita kembali tualang ke entah.
*
seberapa panjang jarak yang kau buat?
*
Universitas Hasanuddin, 2013
By: Faisal Oddang; mahasiswa angkatan 2012, jurusan sastra Indonesia, Universitas Hasanuddin, akun twitter: @sajakimut, buku terbaru adalah antologi puisi "Merentang Pelukan" (@katabergerak-2012)