Sang mega merah yang merekah memenuhi korneaku,
Anginnya memabukkan hingga terbenamku dalam lekukan namamu,
Masih hangat dalam memoriku setiap debu yang menandakan kau
pernah disana,
Celah-celah yang menjadi bukti bahwa aku pernah mengamatimu
disini,
Senja itu menyapaku dengan tenang tanpa sepetik alunan pun
yang terdengar,
Meski itu menenangkan, tapi tak ada yang lebih menenangkan
untuk hatiku selain wajahmu,
Terlalu pilu aku menceritakan seberapa lama aku terpaku oleh
senyumanmu,
Aku adalah setitik awan yang dibawa angin untuk pergi
menutup hari,
Namun sebenarnya tak pernah benar-benar beranjak pergi,
Terhanyut dalam kepakan sayap sang masa lalu yang kelam,
Meriak-riak seperti air yang tak pernah mengharapkan
percikannya kembali,
Tak peduli seberapa lama aku berteriak, kau tetap tak
mendengarnya,
Tak perlu langit sore itu menjadi saksi atas tangisanku
karenamu,
Tak usah rintikan hujan menertawakanku lewat suara kerasnya,
Kau adalah makhluk Tuhan yang diciptakan paling indah untuk
lentera hati ini,
Meski selalu punggung yang kau tunjukkan di hadapku,
Balasan indah memang bukan tertuju padaku saat ini,
Berdiri bermandikan derita karena telah diam-diam menata
dengan rapi perasaan ini,
Walau tak pernah ada kata sama diantara kita,
Ruang kecil di hati ini sengaja ku kosongkan, karena kaulah
pemiliknya yang hakiki...
@ferlinhalida azumoraise.wordpress.com