Kehilangan seseorang yang dicintai mampu membunuh keinginan seseorang untuk tetap bertahan hidup. Kehilangan karena ditinggalkan seseorang yang pergi menuju keabadian dapat memaksa orang yang ditinggalkannya untuk mengikuti jejak yang sama. Meski takdir yang harus dijalaninya masih panjang, namun dia memilih untuk mengakhirinya dengan paksa. Mengapa kehilangan membuat manusia kehilangan logika dan akal sehatnya?
Kehilangan hanyalah satu fase yang harus dilalui manusia dalam kehidupannya. Kehilangan hanya akan menyapa mereka yang telah merasakan memiliki sesuatu ataupun seseorang yang dianggapnya sebagai bagian dari kehidupannya. Rasa memiliki yang teramat sangat, sehingga mereka lupa bahwa apa yang mereka miliki bukanlah milik mereka yang sejati.
Kehilangan selalu menyemaikan kepedihan yang mendalam di dalam hati. Kepedihan yang disemaikan oleh rasa kehilangan membuat mereka yang merasakannya lupa bahwa suatu saat nanti mereka juga akan melakukan hal yang sama. Mereka pun akan menghilang dan meninggalkan duka serta luka kepada orang-orang yang juga mencintai mereka.
Jika kehilangan adalah sebuah racun, adakah penawar untuk racun itu? Benarkah waktu dapat menjadi penawar bagi racun kehilangan? Kehilangan selamanya akan selalu terjadi. Karena selama nafas masih berhembus dan jantung masih belum berhenti berdetak, kehidupan ini pun akan terus berjalan. Perubahan akan selalu datang, karena tak akan pernah ada keabadian di dalam dunia fana ini. Setiap saat akan selalu ada yang datang dan pergi. Seperti kata pepatah: "mati satu, tumbuh seribu". Hari ini ada yang hilang, esok akan ada yang datang.
Namun di dalam hati bagai ada berjuta ruang bagi setiap nama dan wajah. Setiap ruang itu hanya bisa terisi oleh satu nama dan wajah saja. Maka ketika satu wajah itu menghilang, ruangnya pun akan tetap kosong. Dan meski wajah yang lain hadir, namun tak akan ada yang bisa menggantikan wajah itu, karena kenangannya akan tetap mengisi kekosongan itu.
Mungkin tidak akan pernah ada penawar bagi racun kehilangan. Waktu pun sepertinya tak akan bisa menjadi penawarnya. Lukanya akan tetap membekas untuk selamanya.
Namun ketika logika masih bisa melakukan tugasnya dengan baik, hanya dialah yang mampu memaksa jiwa dan raga untuk tetap bertahan. Semoga esok dapat menjanjikan segalanya yang lebih baik. Dan Tuhan akan selalu memberikan kekuatan bagi jiwa yang rapuh dan terluka. Esok mungkin akan mengukir kehilangan yang lain. Namun siapa yang bisa membaca, jika kehilangan akan menjadi pilihan yang terbaik dalam hidup ini.
Meski terlintas untuk tidak memiliki apapun atau siapapun, agar kita tidak pernah merasa terluka ketika kita kehilangannya, tetapi kita tidak mungkin membiarkan hidup kita hampa tanpa kehadiran mereka yang kita cintai. Mungkin dalam setiap awal perjumpaan, kita harus menanamkan pada jiwa kita, bahwa ada pemilik sejati dari segala yang kita dapatkan. Dan suatu saat nanti segalanya akan kembali kepada-Nya.
(@dyanasarko)