Rindu pertamaku kuecap dimasa kecil. Dimana aku baru menatap dunia. Ayahku meninggal sehari setelah kelahiranku. Beliau terlalu bahagia atas kelahiranku. Di tengah pelayarannya dia terus menghayalkanku. Membayangkan bagaimana rupa anaknya. Khayalan yang membuat pipinya merona dan tak sabar untuk pulang. Dan khayalan yang sama yang membuatnya meninggal.
Di tengah khayalannya yang tinggi. Hingga ia tak sadar membakar dirinya dalam tungku batu bara perahu pengangkut peti.
Rindu yang sangat menyakitkan.
Rindu kedua keecap malam ini. Dimana ibu menutup mata di usiaku yang ke-lima belas tahun. Kini usiaku menginjak dua puluh. Sungguh, rindu ini menganak pinang.
Semua itu belum cukup, dua tahun setelah sepeninggalan ibu. Kakek meniggal dalam pelukanku. di tengah ladang yang maha teriknya. Beliau meninggal di depan mataku sendiri. Satu tahun setelahnya nenek ikut meninggalkanku. Sebuah penyakit rindu yang semakin hari menyerang nenek.
Kini, Rindu itu semakin menjadi..
Malam ini. Dengan senyum yang tertanggung, kau memutuskan hubungan.
Sebuah perpisahan yang semakin meningkatkan canduku.
Aku mengenalmu cukup baik. Kau menemaniku melewati masa-masa tanpa nenek dan kakek.
Kini aku sebatang kara. Tanpa kekasih, keluarga.
Dan kini candu itu mendarah daging.
Panggil aku sang pecandu rindu.
Dari bilik rindu
Airly Latifah
AirlyLatifah,blogspot.com