Bukan kita berdua yang menjadikannya romantis,
Namun hiru pikuk ocehan mereka yang mensyahdukan malam.
Aku masih mengingatknya,
Ketika tubuhku merapat ke punggungmu,
Pelan,
Aku menahan nafas,
Mencium aromamu,
Mengecap rasanya,
Menguncinya di ingatanku.
Ku belai rambutmu yang menjuntai indah,
Kamu hanya diam, menegang,
Seolah berfikir menghentikanku atau diteruskan.
Kakimu selalu bergetar, aku menahan lututmu pecandu kopiku.
Nafas kita beradu ketika aku membisikanmu kata,
Tangan kita bertautan.
Kita hanya menikmati malam,
Seolah tahu matahari dan bulan tak pernah bertemu.
Sangat sadar bahwa ini tak akan terulang.
Bukan indahmu yang menjadikanku rindu,
Atau senyummu untuk meluluhkan hatiku.
Cukup kamu, tanpa tambahan senyum atau kurangan kesedihan.
Jika bisa waktu ku hentikan,
Kalau takdir dapat dirubah,
Aku rela merasakan ini setiap malam.
Bukan tentang Tuhan kita yang penyebutannya berbeda,
Atau cara kita mengagungkannya tak sama.
Kalau cinta cukup dengan aku dan kamu?
Jika segampang kita bergandengan,
Tanpa jeritan menghakimi orang-orang tersayang,
Tanpa tangis orang-orang terkasih.
Aku selalu ingin menghentikan malam saat kita berdekatan,
Menahan pagi yang mengingatkan tentang kenyataan,
Kalau Tuhan menciptakan satu keyakinan.
Bersamamu aku tenang, disisimu aku nyaman.
Namun aku sadar,
Perbedaan itu di tengah kita.