11 January 2013

Sebelum Mati, Pesan Buat Kekasih

: ca



Makassar, 11 Januari 2013, pukul 22.22


1.
kau menderas, selaju kaki hujan yang memasang dingin di tubuhnya. kau tanggalkan segala kenang selain kau, di kepalaku. di sebuah ruangan, berwarna merah jambu—warna hatimu, aku bercakap dengan diri di dalam diriku. perihal kau. perihal aku. perihal cinta. perihal perih. tanpa perihal-perihal yang sudi menyebut kita—luka.


2.
kukabarkan padamu, ca, waktu telah melipat usiaku umpama pakaian-pakaian yang habis dijemur ibu saban sore. kering. dan kadang hujan yang merambat lewat celah-celah awan membuatnya dilipat lebih dulu, barangkali pula aku. tapi bukankah hujan hanya semata musim yang tak bisa melihat waktu? sedang usia semata waktu yang tak bisa melihat musim? kau harus percaya, sayang; musim tak punya usia—usia tak memiliki musim. sepertiku, di sebuah catatan yang ditulis Tuhan dan dibaca malaikat yang (mungkin) akan kau benci mendengarnya.


3.
ca, aku kadang menangis memikirkan air matamu. air mataku tak pernah memikirkan tangisanmu. pikiran-pikiran kita semakin akrab dengan kehilangan; kelak aku meninggalkan (hanya) nama, jangan menangis sayangku. aku hanya pergi, sementara, dan datang ketika kau bertahan mencintaiku. percayalah, aku mencintaimu meski ada yang lebih mencintaiku darimu; mati.


4.
sebelum aku mati, siapkan untukku tiga buah keranda. siapkan hanya satu lahat. tiga buah nisan. jangan takut, sayang, kau takkan kehilangan. beginilah caraku mengalahkan cinta. keranda pertama untukku, ca. yang kedua untuk menandu kenangan. dan terakhir bagi namamu. hanya nama.


5.
kelak aku mati, air akan menjadi hujan. jatuh menderas sebab awan telah mati bersamaku. kelak aku mati, tanah akan basah, sebab mata mereka lebih perih dari kesedihanmu. kelak aku mati, kamboja kan mekar, ingin dipetiki demi abadi denganku. kelak aku mati, kau mungkin datang. pakai mantel sayang, mantel abu-abu seperti warna ciuman yang kita curi—pertama di ruang kuliah. pakai payung sayang, jangan hitam. tapi merah jambu seperti warna kamarmu, tempat (sekali lagi) bibirku menjadi titik bagi kata-kata di bibirmu (kau terlalu sering memarahiku ketika lupa mengingat kesehatanku). ciuman kita yang terakhir.


6.
mungkinkah kau datang?


Makassar, 2013







*gambar diambil dari http://clayapanbingung.blogspot.com



Ditulis oleh: Faisal Oddang (@sajakimut) buku terbaru; antologi puisi "Merentang Pelukan" - katabergerak 2012

Postingan Terpopuler

Postingan Terbaru