Bodoh.
Terlalu bodoh dan lamban menyadari rasa itu menyelip sesak di hatinya. Entah sejak kapan dan mengapa, bahkan hingga kini pun ia tak tahu. Mengapa orang itu adalah kamu? Mengapa dan apa yang membuat nya menjadi seperti orang yang amat bodoh? Ah, dia tak tahu. Tentu, karena sejak awal dia memang bodoh, namanya si bodoh.
Katakan, apa itu? Hal menawan apa yang kamu miliki hingga otak si bodoh hanya merefleksikan gelombang akan memorinya tentang kamu? Mengapa kamu tak pernah lelah dan jera memberikan percikan demi percikan listrik yang mengacaukan kerja syaraf si bodoh? Kamu melompat ke kanan, lalu berguling ke kiri, dan tengkurap ke tengah, bahkan jungkir balik ke belakang, mengapa? Seolah di setiap labirin otak si bodoh hanya dikuasai secara otoriter olehmu, mengapa? Mengapa kamu tak kunjung sudi enyah walau hanya sehari saja dalam ruang pikir dan jendela hati si bodoh? Mengapa? Mengapa? Mengapa? Mengapa si bodoh bisa suka padamu?
Katakan, apa itu? Hal menakjubkan apa yang kamu pamerkan sehingga sukses membuat mata si bodoh silau, hingga ia kian bodoh, tak memperhatikan tapak-tapak langkahnya, ia pun tergelincir, terjatuh, berguling, tersangkut, dan akhirnya terhempas keras di dasar jurang mu? Ternyata, dia tidak hanya bodoh, tapi sangat bodoh, oh tidak, terlalu bodoh, bahkan melangkah dengan benar pun ia tak sanggup, bodoh sekali bukan? Betapa bodohnya si bodoh, bukan? Mengapa? Mengapa? Mengapa? Mengapa si bodoh bisa suka padamu?
Katakan, apa itu? Hal apa itu? Si bodoh pun ingin tahu, walau ia mungkin tak akan mengerti, karena kebodohannya tentu, tapi sungguh, ia pun ingin tahu, walau hanya sekedar tahu, apa itu? Hanya agar ia memiliki sebuah alasan yang akan mendorongnya tegar untuk berdiri, memanjat, kembali ke atas walau penuh lecet dan memar, dan berharap menemukan seseorang yang kelak mampu menjaga langkahnya agar ia tak lagi tergelincir di jurang yang gelap, dingin, sesak, dan sepi ini, apa itu? Mengapa? Mengapa? Mengapa? Mengapa si bodoh bisa suka padamu?
Katakan, apa itu? Apa yang telah tega kamu lakukan hingga si bodoh terjebak dalam bayang mu? Bahkan si bodoh karena saking boodohnya, tetap bertahan terinjak di bayangmu, hanya bayangmu, bukan kamu, bertahan dalam gelap, si bodoh hanya sendiri, lalu mengapa? Apa alasannya? Apa itu? Mengapa? Mengapa? Mengapa? Mengapa si bodoh bisa suka padamu?
Katakan, apa itu? Ayolah, katakan pada si bodoh, apa itu? Apa kamu seorang pria berperawakan bak artis Korea yang si bodoh kagumi? Apa kamu seorang putera mahkota kerajaan? Atau seorang pangeran keraton Jogja? Apa kamu seorang yang amat pintar? Apa kamu seorang pengumpul medali berbagai macam olimpiade Sains? Apa kamu seorang yang sangat brilian dalam seni? Apa kamu seorang yang sangat tampan? Apa kamu seorang yang sangat kaya? Apa kamu seorang kerabat dekat kepala negara? Apa kamu seorang yang amat populer? Apa kamu seorang yang bergaya super keren? Apa kamu seorang yang memiliki kemampuan super, terbang di udara? Apa kamu seorang yang sangat digilai para gadis? Apa kamu seorang yang sangat taat beragama? Tidak, tidak, tidak, tidak, tidak, tidak, tidak, si bodoh menggeleng. Tak ada satupun jawaban yang iya. Semuanya tidak. Lalu, mengapa si bodoh bisa terperosok begitu dalam di jurang ini? Mengapa? Mengapa? Mengapa? Mengapa si bodoh bisa suka padamu?
Katakan, apa itu? Ah, apa kamu menjalin sebuah ikatan kerjasama dengan seorang dukun? Pelet jenis apa yang telah kamu tujukan pada si bodoh? Dukun mana yang memberikannya padamu? Atau apa kamu memperolehnya secara cuma-cuma? Hmm, satu hal yang ingin si bodoh katakan, tak peduli darimana kamu mendapat pelet itu, atau siapa yang memberimu, atau apa petunjuk penggunannya, satu yang pasti adalah, pelet itu sangat lah mujarab! Si bodoh terpelet, dan karena kebodohannya, ia tak tahu bagaimana melepasnya. Kadang si bodoh pun hendak berdaa, agar pelet mu itu segera lepas, namun satu detik kemudian, dia sontak membatalkannya. Mengapa? Ah, si bodoh juga tak tahu, mungkin karena ia begitu bodoh ya? Dia bahkan tak tahu apa yang sedang dilakukannya. Mengapa? Mengapa? Mengapa? Mengapa si bodoh bisa suka padamu?
Katakan, apa itu? Apa yang membuat si bodoh bahkan baru menyadari bahwa mungkin saja benih rasa itu telah tumbuh sebelum kamu dan si bodoh tak saling jumpa sekian lama? Apa kamu tak mengerti? Uhm, maksud si bodoh begini, bukan nya tak mungkin, bahkan, itu sangat masuk akal, apabila ternyata rasa itu mekar saat kamu dan si bodoh masih saling jumpa, ketika si bodoh masih mampu menangkap getar vokal mu, ketika si bodoh masih sanggup melihat ekpresi mu yang membuatnya kesal, namun, karena saking bodohnya ia pun tak tahu mengapa ia begitu merindukan momen itu saat ini, sangat dan sangat, dan dia baru tersadar sejak 168 hari lalu, bahwa ada sesuatu yang benar-benar kurang dari Senin hingga kembali berjumpa Senin, dalam tiap harinya, 24 jam 1440 menit 86400 detik, yaitu hadirmu. Mengapa? Mengapa? Mengapa? Mengapa si bodoh bisa suka padamu?
Katakan, apa itu? Apa yang membuat si bodoh bahkan baru menyadari ini ketika kamu mempertanyakannya pada si bodoh? Mengapa? Mengapa si bodoh selalu tak tahu? Betapa bodohnya si bodoh, bukan? Si bodoh pasti tampak begitu konyol di matamu, ya, si bodoh juga tahu itu, benar kan, benar begitu bukan? Tapi, lagi dan lagi, si bodoh masih saja tak tahu apa yang hendaknya ia lakukan, apa, apa itu? Ah, dia bodoh sekali ya? Mengapa si bodoh bisa seperti ini? Mengapa ia begitu bodoh? Mengapa? Mengapa? Mengapa? Mengapa si bodoh bisa suka padamu?
Katakan, apa itu? Si bodoh, si bodoh yang bodoh itu, dia, bahkan tak mengerti dirinya sendiri, betapa bodohnya bukan? Mengapa ia begitu bodoh hingga membuatnya tampak terlalu bodoh terjatuh dalam kebodohannya yang memang bodoh? Mengapa? Mengapa? Mengapa? Mengapa si bodoh bisa suka padamu?
Katakan, apa itu?
Mengapa si bodoh bisa suka padamu?
Bodoh.
By: Rahmadila Eka Putri (@ladilacious)