Ibu, terima kasih telah menyimpanku ditempat yang paling kokoh didunia ini, tempat yang paling nyaman dan aman selama perjalanan hidupku. Aku yang hanya sebuah sperma kecil selama sembilan bulan penuh melewati tahapan-tahapan sempurna sehingga menjelma menjadi seorang manusia kecil, yang kemudian kau lahirkan kedunia ini dengan jutaan tetesan darah. Dengan satu tujuan, memperlihatkan dunia padaku. Kau telah memberikanku kesempatan mencicipi indahnya kehidupan.
Tak cukup hanya menumpang dalam tubuhmu. Kau memberikanku asupan ASI, zat paling berharga untuk pembentukan energi dalam tubuhku yang mungil, kecil dan lemah tak berdaya. Tanpa berfikir untuk meminta balas jasa apapun dariku.
Ibu, Disaat aku mulai menapaki kehidupan sebagai seorang pelajar, dirimu tak henti-hentinya mengambil peran dalam tiap-tiap baitnya. Kau yang memberiku semangat tuk meraih cita-citaku. Agarku tak berhenti belajar. Disetiap pagi, kau menjadi alarm pagiku, kau juga menjadi koki untuk sarapanku, dan diwaktu lainnya kau menjadi pelayan laundri untuk semua pakaian dan kelengkapan sekolahku. Kau juga tak pernah berhenti mengingatkanku untuk mengerjakan PR-ku.
Tubuhmu yang seksi, molek, mulus dan putih perlahan berubah menjadi kendor. Berlemak tak terawat karena semua perhatianmu kini tertuju padaku. Dan kau tak pernah marah padaku karena menjadi penyebab rusaknya bentuk tubuhmu. Kau malah menganggap ini sebuah bentuk kasih sayang.
Tanganmu yang gemulai dan halus ikut berubah kasar dikarenakan terlalu sering berjabatan dengan deterjen. Matamu yang indah dan tajam kini memiliki kantung mata akibat kelelahan, dulu waktu tidurmu 8 jam penuh, tapi setelah aku masuk dalam kehidupanmu. Perlahan jam tidurmu terpotong kau bagi untukku. Wajahmu kini kusam terhantam sinar matahari, bahumu kini semakin jatuh termakan waktu.
Disetiap tapak kakimu, akan selalu diiringi dengan tarikan nafas yang tak henti-hantinya terpanjatkan namaku seperti dalam bait-bait harapanmu untukku dalam do’amu. Sebersalah apapun aku, kau selalu punya jutaan alasan untuk tidak membenciku. Sejelek apapun diriku kau juga tak pernah memakiku. Sebodoh apapun diriku kau juga tak pernah menyerah ingin membimbingku. Ibu kau tak henti-hentinya memaklumi kesalahanku, bagimu kesalahan yang kulakukan hanya berupa proses penemuan jati diri.
Ibu, tak cukup dengan mengurus ayah, kau juga disibukkan dengan aktivitas mengurusiku, menyiapkan makanan untuk keluarga kecilmu. Menyulap pakaian lusuh dan kotor penuh keringan menjadi pakaian siap pakai, memberantas semua debu disudut-sudut ruangan, lemari dan juga jendela dirumah kesayangan kita. Menyapu dan mengepel rumah hingga mengkilap. Dan sadarkah ibu, ibu melakukan semua itu bukan hanya untuk 1,2,3 hari, bukan juga hanya dalam hitungan bulan, tapi sejak awal ibu membina rumah tangga hingga saat ini dan akan terus begitu.
Dan ketika aku masuk dalam keluarga kecilmu ini, tugasmu semakin terlipat ganda. Tugas yang menambah kerut diwajahmu .Tugas yang membuat tangan dan kakimu keram Tugas yang membuat waktumu tersita dirumah. Tugas yang membengkokkan tulang punggungmu, dan atas semua tugas rumah itu aku jarang membantumu. Dan yang ku dapati ibu malah memakluminya. Disaat aku lebih memilih jalan-jalan ke mall, menghabiskan uang ayah dengan alasan ingin bersenang-senang setelah ujian kau tetap memakluminya. Kau tak marah aku tak membantumu mengerjakan tugas-tugas beratmu.
Aku kembali teringat saat aku tertawa hebat melihatmu gagap akan tekhnologi. Aku menertawaimu yang tidak peka akan zaman. Aku yang malu akan aksenmu yang berantakan dan kental akan bahasa daerah. Aku juga sering menggerutu dan mogok makan jika masakanmu tidak mengairahkan bagiku. Tanpa sekalipun aku menyadari, bahwa aku tak bisa masak sehebat dirimu.
Ibu, aku selalu marah padamu disaat kau mengganggu tidur nyenyakku, aku selalu menggerutu disaat kau menggerecok aktivitas menyenangkanku, akitivitas bersantaiku, aku selalu memakimu saat kau berusaha mendidikku. Aku juga selalu mencemoohmu karena tak mengerti kehidupan remajaku, tak lupa juga aku selalu medumel disaat kau memarahiku, aku juga selalu memasang wajah tak bergairah seakan telah mengelilingi kota dengan jalan kaki saat kau meminta tolong dariku.
Tubuh yang menua seakan menyadarkanku Aku terduduk. Terdiam dalam sepi. Kupandangi gambarmu. Sekilas terbayangkan semua kenangan indah masa-masa bersamamu. Saat kau merawatku, mengganti popokku, mengelitiku, menciumku, memijatku dan semuanya. Padahal kau bisa mengaborsiku, tapi mengapa kau lebih memilih melahirkanku, memilih untuk menanggung beban merawatku, membesarkanku, dan membuatmu kehilangan kebebasan bergerakmu.
Entahlah inilah mungkin bukti saktinya cintamu padaku. Bukti kasih sayangmu padaku. Ibu kau telah berhasil menyulap anak kecil yang hoby mengompol dan mengisap jempol menjadi sosok anak yang berdasi, berjas, dan bahkan bermobil. Saat aku menatap gambar wajahmu dikertas berukuran 4R ditanganku, pikiraku sejenak melayang.
Membayangkan bagaimana jika mendadak tubuhmu tak bergoyang lagi.
Membayangkan jantungmu tak berdenyut lagi,
Membayangkan semua tugasmu beralih menjadi tugasku.
Membayangkan jika dirimu tak bisa ku jamah lagi.
Ohh Tuhan.. Kumohon jangan. Aku tak sanggup,benar-benar aku belum siap kehilangannya Tuhan. Dirinya terlalu berarti bagiku.
Teringat aku pada semua tangisanmu yang keluar dari kelopak matamu saat membesarkanku, semua bulir keringatmu saat merawatku, semua ocehan yang keluar dari bibirmu hanya untuk menuntunku memberikanku petunjuk untuk menapaki dunia ini. Aku kembali teringat akan semua hal kecil hingga hal besar yang kau lakukan untuk menunjukkan cintamu.
Ibu, aku telah menyita waktumu, membuatmu marah, menangis, kebingunggan, khawatir, resah, pusing dan yang kubalas hanyalah sikap kurang ajar. Dan untuk semua sikap burukku padamu kau tidak membenciku.
Jika dibandingkan semua usahamu untukku, intan, berlian, permata, bahkan dunia ini tak akan cukup untuk membalas semuanya Ibu. Aku meminta maaf atas segala sifat burukku padamu. Atas segala bentuk lupa diriku atas semua pengorbananmu. Aku mencintaimu.
Duhai ibuku, terima kasih telah menjadi Ibuku. Terima kasih telah mencintaiku. Terima kasih telah menerimaku dan manyayangiku.
Ibu, kau segalanya bagiku. Untukmu peluk hangat dan cium mesraku.
Selamat hari ibu
Terima kasih telah menjadi
ibu yang sempurna bagiku!