27 December 2012

Cinta Butuh Alasan? (2)

Senja hari, beberapa bulan lalu . . .

"Kenapa.. kenapa kamu mau pergi, sayaang? Apa aku punya salah sama kamu?" Aku mencoba menahan tangis sambil menggenggam tanganmu erat. Meski sungguh mataku sudah terasa sangat panas.


Kamu terdiam, dan masih dengan muka dinginmu itu kamu akhirnya berbicara, "Aku hanya tidak menemukan alasan untuk tetap bertahan denganmu."

Apa? Aku memandangmu tak mengerti.


"Apa maksudmu? Bukankah cinta seharusnya menjadi satu-satunya alasan untukmu tetap disini."


"Entahlah, aku tidak merasakan hal itu lagi sekarang. Sederhana saja, ketika mencintaimu aku tak butuh alasan. Maka, bukankah ketika pergi darimu aku juga tak perlu punya alasan?"


Aku kehabisan kata-kata. Berdiri terpaku masih mencoba mencerna makna kalimatmu.


"Sudahlah, mungkin ini yang terbaik untuk kita. Tak lagi bersama." Jawabmu enteng, sambil melepas genggaman tanganku. Kamu pun berjalan meninggalkanku yang masih membeku.

Hh.. lancang sekali kamu mengatakan ini yang terbaik untuk kita? Kamu pikir kamu Tuhan yang tau segalanya. 


Air mataku pun meluap. Aku berlari mengejarmu, dan memelukmu dari belakang. "Aku mohon, jangan tinggalkan aku. Aku bisa memberimu alasan untuk tetap bersamaku.."

"Apa? Apa alasannya?"


"Aku...mencintaimu.. dengan sangat."

Tak ada reaksi. Kamu tetap membisu.

"Tetaplah disini, jangan pergi.. Karna jika kamu pergi. Kamu tidak akan menemukan orang lain yang bisa mencintaimu seperti aku." Jantungku berdegup tak karuan. Sungguh takut akan kehilangan.

“Apa buktinya kamu mencintaiku dengan sangat?” Kamu mencoba melepaskan pelukanku. Tapi kedua lenganku dengan erat mengunci tubuhmu.

“Aku.. aku.. “ Air mataku terus mengalir, membasahi kausmu. “Katakan apa yang bisa kulakukan untuk membuatmu percaya? Katakan .. “

Tinggalkan aku,” jawabmu dingin. Tubuhku pun melemas. 

"A.. a.. aku.. tidak bisa."

"Tinggalkan aku jika kamu mencintaiku." Perlahan pelukanku terlepas. Aku jatuh terduduk, menatap kosong jalanan. Membiarkan tangis tetap terjadi, meski tanpa suara. Satu per satu canda dan tawa yang pernah tercipta menari-nari dalam ingatan. Satu per satu sapa lembut manis di hari kemarin terngiang-ngiang dalam kepala. Dan kalimat terakhirmu itu pun terasa menjerit memekakan telinga.

Dengan suara yang parau aku berkata, “Baiklah.. Jika meninggalkanmu adalah satu-satunya cara untuk mencintaimu, aku akan melakukannya. Pergilah.. mungkin bahagiamu bukan aku.”

Dan saat itu lah.. kamu melangkah pergi. Tanpa melihatku lagi untuk yang terakhir kali.

Aku memandang punggungmu yang semakin menjauh. Ada pilu yang menyergap seluruh tubuh. Ada perih yang menikam jiwa. Ada air mata yang terus jatuh.

Semenjak hari itu, malam-malamku benar-benar kelabu. Mimpi buruk yang sama selalu menghantuiku. Mimpi buruk tentang kepergianmu. Aku tau hadirnya cinta mungkin tidak membutuhkan alasan. Tapi, untuk membuat suatu hubungan tetap bertahan.. Cinta bahkan tidak cukup untuk menjadi alasan yang dibutuhkan. 

Aku juga sadar, cinta itu bukan hanya tentang bahagianya memiliki tapi juga tentang sakitnya kehilangan. Yahh.. jadi, beginilah caraku mencintaimu.. merasakan sakit untuk merelakanmu.


Postingan Terpopuler

Postingan Terbaru