Aku tersentak. Lagi-lagi aku memimpikanmu. Memimpikan pahitnya perpisahan itu lagi dan lagi. Sial! Aku tak bisa melupakan wajah itu. Wajah yang tampak sangat angkuh ketika meminta semuanya berakhir sampai disitu. Aku juga tidak bisa melupakan bagaimana caramu menatapku saat aku menanyakan alasan keinginanmu untuk pergi. Mata itu memicing sinis. Kamu terdiam dan membuang muka dariku. Dan bodohnya aku, saat itu hanya memandangmu tak berdaya berharap yang kamu katakan hanya sebuah candaan.
Senja hari, beberapa bulan lalu . . .
"Kenapa.. kenapa kamu mau pergi, sayaang? Apa aku punya salah sama kamu?" Aku mencoba menahan tangis sambil menggenggam tanganmu erat. Meski sungguh mataku sudah terasa sangat panas.
Kamu terdiam, dan masih dengan muka dinginmu itu kamu akhirnya berbicara, "Aku hanya tidak menemukan alasan untuk tetap bertahan denganmu."
Apa? Aku memandangnya tak mengerti.
"Apa maksudmu? Bukankah cinta seharusnya menjadi satu-satunya alasan untukmu tetap disini."
"Entahlah, aku tidak merasakan hal itu lagi sekarang. Sederhana saja, ketika mencintaimu aku tak butuh alasan. Maka, bukankah ketika pergi darimu aku juga tak perlu punya alasan?"
Aku kehabisan kata-kata. Berdiri terpaku masih mencoba mencerna makna kalimatmu.
"Sudahlah, mungkin ini yang terbaik untuk kita. Tak lagi bersama." Jawabmu enteng, sambil melepas genggaman tanganku. Kamu pun berjalan meninggalkanku yang masih membeku.
Hh.. lancang sekali kamu mengatakan ini yang terbaik untuk kita? Kamu pikir kamu Tuhan yang tau segalanya. Air mataku pun meluap. Aku berlari mengejarmu, dan memelukmu dari belakang. "Aku mohon, jangan tinggalkan aku. Aku bisa memberimu alasan untuk tetap bersamaku.."
to be continued...
By: @dinnarchio
Senja hari, beberapa bulan lalu . . .
"Kenapa.. kenapa kamu mau pergi, sayaang? Apa aku punya salah sama kamu?" Aku mencoba menahan tangis sambil menggenggam tanganmu erat. Meski sungguh mataku sudah terasa sangat panas.
Kamu terdiam, dan masih dengan muka dinginmu itu kamu akhirnya berbicara, "Aku hanya tidak menemukan alasan untuk tetap bertahan denganmu."
Apa? Aku memandangnya tak mengerti.
"Apa maksudmu? Bukankah cinta seharusnya menjadi satu-satunya alasan untukmu tetap disini."
"Entahlah, aku tidak merasakan hal itu lagi sekarang. Sederhana saja, ketika mencintaimu aku tak butuh alasan. Maka, bukankah ketika pergi darimu aku juga tak perlu punya alasan?"
Aku kehabisan kata-kata. Berdiri terpaku masih mencoba mencerna makna kalimatmu.
"Sudahlah, mungkin ini yang terbaik untuk kita. Tak lagi bersama." Jawabmu enteng, sambil melepas genggaman tanganku. Kamu pun berjalan meninggalkanku yang masih membeku.
Hh.. lancang sekali kamu mengatakan ini yang terbaik untuk kita? Kamu pikir kamu Tuhan yang tau segalanya. Air mataku pun meluap. Aku berlari mengejarmu, dan memelukmu dari belakang. "Aku mohon, jangan tinggalkan aku. Aku bisa memberimu alasan untuk tetap bersamaku.."
to be continued...
By: @dinnarchio