~ Dinna
By:@ununinu
‘Nanti malam aku ke rumah kamu,
ya.’ Begitu isi sms dari Abdee, pacarnya. Ini malam minggu dan Abdee yang
harus menempuh waktu perjalanan selama 2 jam untuk kerumahnya akan datang.
Tidak ada yang lebih sempurna dari itu!
~ Bian
Sementara sahabatnya sedang mengobrak abrik isi
lemarinya demi menemukan pakaian pantas yang keren untuk ia pakai malam
mingguan bersama pacarnya, Bian Wijaya, justru tidak terlalu bersemangat.
“Semoga nanti malam hujan deras.” Gumamnya sembari menatap
langit pukul delapan pagi yang cerah ceria. Bian terus mengulang-mengulang
doanya.
Hampir tiap malam minggu tak pernah Bian lewati
bersama Chiko –pacarnya- seperti
kebanyakan remaja pada umumnya. Hari ini pun Bian menerima pesan yang serupa
seperti minggu sebelumnya dari Chiko, ‘Malam ini aku main futsal sama
teman-teman aku ya sayang.’. Bian yang sudah terlalu kebal untuk sekedar
merasa marah hanya melempar handphonenya ke sudut ranjang.
~~ Malam, 20.00
~Dinna
“KAMU DIMANA?!” semprotnya ketika Abdee akhirnya
menjawab telepon setelah sepuluh kali ia tak menanggapinya. “JADI GAK KERUMAH
AKU?!!” tanyanya setengah berteriak.
Dinna pantas merasa emosi setengah mati hingga
meledak-ledak seperti ini setelah ia menolak ajakan Bian untuk belanja besar-besaran.
Cewek berambut pirang alami dengan potongan layer sepundak ini, hanya ingin
berada di rumah supaya bisa bersiap-siap untuk bertemu Abdee. Jadilah Dinna
berkutat dengan lulur, menyiapkan masakan yang ia pelajari dari buku resep
milik Mama dan menghabiskan waktu dua jam meluruskan rambut ikalnya. Setelah
semua hal itu ia lakukan demi malam minggu spektakuler dalam imajinasinya, Dinna
harus mendapati kenyataan bila cowok itu justru berkata, “Aku gak jadi kerumah
kamu ya, sayang… hari ini aku harus anter teman aku ke rumah Tantenya di daerah
Kota Tua.”
Saking emosinya, Dinna sampai tidak tahu harus berkata
apa. Gadis itu hanya mematikan telponnya sambil memaki-maki Abdee. Ia beranjak
menuju cermin setinggi badan, berdiri disana, menatap bayangan seorang gadis
manis bertubuh langsing dengan nafas naik turun menahan emosi.
“BEGO!” Kemudian, Dinna mulai menangis…
~~ Bian
Bila sudah Ibu yang membuat rencana, tidak ada satu
orang pun di rumah mereka mampu mencegah. Terutama untuk Bian. Tidak bisa ia
berkata ‘tidak’ atas ajakan Ibu untuk sesi kelas Pilatesnya malam nanti.
Padahal berada ditengah kumpulan Ibu-Ibu adalah ‘BIG NO’ terbesar di kamus
hidupnya, terlebih di malam minggu yang seharusnya ia habiskan bersama Chiko.
“Gak harus kamu habiskan tiap waktu untuk pacarmu,
Nak. Bersosialisasilah dengan orang lain.” Ujar Ibu sambil merajang wortel
untuk makan malam mereka.
“Kumpulan Ibu-Ibu itu bukan ‘orang lain’, Bu. Tapi
orang tua.” Sahut Bian kesal sambil menatap geram tabloid ditangannya yang
membahas tentang putusnya hubungan Selena Gomez dan Justin Bieber. Disebelahnya
duduk Abang tertuanya, Bino yang hanya tersenyumm geli menonton perdebatan itu.
“Jangan pilih-pilih dalam bergaul.” Ibu mengingatkan.
“Aku gak pilih-pilih.” Sergah Bian.
Ibu tersenyum penuh kemenangan. “Itu artinya kamu
setuju untuk pergi sama Ibu. Lekas mandi, kita jalan setengah jam lagi.” Tanpa
perlu konfimasi, Ibu menghilang kekamarnya, segera.
~~
Bian dan Dinna
“Jadi malam minggu lo gimana?” tanya Dinna. Tangannya
meraih tissue dan membersihkan hidungnya.
Bian menguap lebar tak peduli tatapan Mba-mba
recepsionis yang bergidik jijik. “Suram.” Jelasnya singkat. “Malam minggu, gak
sama pacar, justru terjebak di studio senan penuh Ibu-ibu usia kepala empat
yang mimpi punya tubuh seperti gadis dua puluh tahunan. Perfect!” lanjut Bian
mendramatisasi keadaan.
Dinna menyeringai lebar. “Asyik banget.”
“Banget.” Cibir Bian. “Lo sendiri gimana?”
“Buruk. Abdee gak jadi datang.”
“Kenapa?!”
“Dia lebih peduli temannya daripada sama pacarnya yang
udah mati-matian masak demi dia.”
“Hah?!” Bian tercekat mendengar Dinna Saputri memasak.
Megang sapu aja hampir gak pernah, pikir Bian.
“So?”
“Malam minggu gue kayak biasanya deh.”
“Sama lo!” ujar mereka berbarengan lalu tertawa seru
tentang ketololan mereka sepanjang malam.
~~~
By: