'Datang untuk pergi, memulai untuk di akhiri. tapi kita? berada di tengahnya, aku lelah'
aku
terperangkap. benar sekali dalam jeratan mu. yang kau lemparkan tepat
di jantung hatiku. saat awal yang tak pernah terduga, saat yang tak
pernah aku bayangkan, kau hadir. pelan-pelan mengenalkanku pada sebuah
rasa. rasa yang sudah sekian lama tak ku bongkar. kau mengorek pelan,
lalu menyembulkannya ke permukaan; aku jatuh cinta.
waktu
lalu, saat mulanya perkenalan itu, kau memberiku satu rasa. kau
mengaplikasikannya dalam kadar sederhana. aku tak menuai terlalu banyak,
tapi kau menyiramnya dengan sempurna membuat aku, dan hatiku jatuh
padamu. tepat sasaran, aku menyayangimu. panggilan unik kita ciptakan,
seolah itu hanya kita miliki. perhatian dan pengertian, membuat aku
sulit membendung rindu ingin berjumpa. walau tak pernah sempat, kita
selalu berusaha meyakinkan. petikan gitar halus dan suara beratmu
memenuhi pendengaranku. benar, aku damai setelah mendengarkan lagu yang
kau persembahkan itu. seperti katamu 'kau menyayangiku'.
kian
janggal, waktu memutar segalanya dengan cepat. kau ceritakan masa
lalumu, yang tak henti-hentinya meresahkanmu, membuat kau sulit dalam
berbagai hal hingga pelan dalam ketidak berdayaanku, kau lebih meminta
mundur sesaat pada kita yang belum memulai apapun. aku? hanya bisa
melepasmu pergi. sesering apapun kau ucapkan 'aku perempuan yang terlalu
baik' tetap saja kau tak bisa memilihku bukan?
selang
kemudian, pudarmu membuat nyeri ulu hatiku. kita, tak lagi berbagi
kisah. kau, ternyata tengah berbahagia dengan kekasih barumu. aku,
tersenyum memberi selamat dengan kecut, tak kau tanggapi. kita
benar-benar hilang. sulitnya aku percaya, kau pergi untuk menyelam pada
lautan indah lain hingga kau memilih menetap disana semenatara. dan
akhirnya waktu Tuhan membuka peluang untuk kita berkomunikasi kembali,
kau dan aku saling memberi salam canggung. tak hangat lagi, kau masih
bersamanya dan aku masih mengerutkan hati yang terus-menerus remuk.
sampai pada akhirnya, kita cairkan suasana, kita kembali dengan gelak
tawa. hingga dinding rapuh yang sempat ku bangun ketika kepergianmu
sirna sudah, runtuh tak bersisa. aku kembali kepada perasaan awal.
kita
masih berbagi kisah menarik, rekaman suara dan yang terlebih dengan
sengaja ataupun tidak sengaja kau, menceritakan segala hal tentang
kekasih barumu, yang telah memilikimu. hingga hemoglobinku memanas,
denyutku tak bercelah, aku terluka sekali lagi. kau beri aku nyawa untuk
kau matikan sekali lagi. aku menangis. benar aku mengisi ulahmu, untuk
apa kau datang kembali setelah rasa lalu kau pudarkan tanpa angin dan
hujan?
aku
tak mengerti hatiku, kau kerap kali mengecewakan dan bahkan aku dengan
segenap hati memaafkanmu kembali. kau kira memiliki perasaan ini tidak
sulit? kau yang hanya datang untuk pergi membuat aku menggantungkan
setiap cerca harapan pada tiap sudut kepingan waktu. melogiskan fikiran,
disaat kontaminasi hati kuat pada memori mu, aku tak berdaya!
jadi,
kau datang lagi. aku masih menolerir dengan segenap harapan kau
berbalik memilihku. kau bercerita, kau dan dia berakhir. hatiku sedikit
lega, bukan aku ingin egois, setidaknya kalimatmu itu membuat relungku
sedikit damai dari rasa sakit yang selama ini kurasa. kau kembali,
disisiku berbagi cerita lagi. kali ini kau membuatku kian tak bisa
menghentikan perasaan ini. benar, aku sudah terlanjur menyayangimu.
hingga
hari ini, kita masih bersama tanpa ikatan apapun, membuat aku terus
bersabar menunggu kepastianmu. aku tak memaksa apa yang seharusnya aku
pertanyakan, aku biarkan kau mengaturnya. selama ini, apa aku meminta
banyak? satupun tidak.
lagi-lagi,
akhirnya aku lelah pada cerita ini, bukan hatiku, tapi cerita kita.
kita tak pernah memulai apapun. tidak sekalipun. kita hanya
membiarkannya mengalir. hingga jantungku bergetar, apa benar hatimu
untukku? aku yang tak mengerti, terus berpegang teguh pada pondasi
harapan sendu yang kian lama tak menepi jua. seperti pada lingkaran yang
hanya berkutat diputaran itu saja.
selayaknya
perempuan, aku wajar tidak memulai. aku terlalu menghargaimu,
perasaanku dan penantianku yang mengajarkan aku untuk tak meminta
banyak. aku terbiasa berharap dan berandai-andai, kau dan aku benar
menjadi kita suatu saat. apa mungkin? aku peremuan, aku juga bisa
berharap.
kita
tak menemui tepian, apa karena samudera terlalu luas, apa yang harus
kita lakukan? haruskah aku yang berjuang sendiri? bukankah, semua akan
terwujud jika kedua belah pihak sama-sama berjuang?
'it when, i knew what love is = Not Lead'
follow my twitter @itijonas and visit my blog annisaistiqa.blospot.com thank you!!
write by Annisa Istiqa Suwondo