18 February 2013

10 Detik



Sama seperti sore yang lalu, aku berdiri di balik pagar besi yang hampir rapuh penuh karat. Membuka pintunya, menoleh ke kanan, menoleh ke kiri, lalu menutupnya lagi. Seperti itu 10 menit dalam hidupku berlalu hari ini. Menunggumu pulang adalah saat yang paling mendebarkan dalam hidupku. Lebih mendebarkan dari saat pengumuman hasil ujian nasionalku. Kamu tahu, rasanya seperti ada kupu-kupu yang menari di perutku.

Kamu terlambat sore ini. Senja sudah hampir habis dan kamu belum juga menampakkan batang hidungmu. Aku khawatir. Apakah terjadi sesuatu yang buruk padamu? Kuharap tidak. Karena jika hal itu terjadi, aku tidak tahu bagaimana aku harus menghabiskan soreku.

Itu kamu. Dengan kemeja yang penuh kusut berwarna biru, warna kesukaanku, kamu berjalan lesu. Kamu terlalu lelah untuk berlari ke arahku, tumpukan kertas di meja kantormu sudah merenggut lebih dari setengah tenagamu. Kamu terus berjalan hingga sampai di depan pagar dan berhenti untuk menghela napas panjang. Aku bisa mendengarnya dari balik pagar.

10… 9… 8… 7… 6… 5… 4… 3… 2… 1.

Kamu berjalan lagi, pulang menuju rumahmu setelah puas menghela napas dan memandangi raja langit yang hampir tenggelam. Sepuluh detik. Cukup untuk memandangi punggungmu dari celah lubang pagar besiku. Mengagumi ukir jelas wajahmu yang terpapar matahari senja. Menambah rasa cintaku kepadamu yang tak pernah tahu ada aku yang diam-diam mengamatimu.

Entah sampai kapan aku bisa bertahan dengan hanya 10 detik.

Postingan Terpopuler

Postingan Terbaru