03 September 2013

“Bubur Cinta, Emak”

Bubur Cinta, Emak

            Pagi ini kabut begitu menggigit. Dinginnya luar biasa, menghantar keseluruh tubuhku lewat jendela, meski telah tertutup rapat. Embunnya terasa hingga sampai ke tulang kaki, padahal telah kubalut dengan selimut tebal buatan emak. Lagi-lagi semua serba bunga, selalu bermotif bunga. Aku seolah seperti merasakan kejadian ‘deja vu’ yang pernah kualami sama seperti ini sebelumnya. Selalu, bahkan setiap hari. Suasana seperti ini lah yang selalu aku dapatkan ketika hendak membuka mata dari tidurku yang lelap, padahal aku selalu berharap semuanya berubah sesuai dengan seperti apa yang aku impikan.  Suasana di dalam rumah bermotifkan bunga semua, bahkan sampai kamar, kamar mandi, dan dapur pun penuh dengan bunga serta wewangi-wangiannya yang sudah membuatku penat setiap harinya. Semakin lama, semakin hari, aku semakin ingin  muntah saja tinggal di sini. Tinggal di tempat yang terbilang kumuh atau ‘sangat sederhana’ ini membuatku mabuk, ingin mencari udara kebebasan hidup yang enak dan terjamin di luar sana. Aku haus akan hal itu, aku lelah, bosan hidup berdua dengan seorang emak di losmen tua yang kusam ini. Apartemen bintang -5 (minus lima), lebih tepat untuk aku mengistilahkannya. Orang tua dengan modal cekot, namun tetap ingin tinggal di rumahnya sendiri yang ia milikki, dan tak mampu membeli tanah layaknya seperti di perumahan-perumahan normal, maka akhirnya jalan inilah yang ia cari. Kenyataan yang mengharuskan itu semua sebagai jalan keluar dan menjadi solusi bagi keluarga kami. Kehidupan. Lagi-lagi kata-kata kehidupan yang selalu menjadi alasan dari semua kemelaratan ini. “Yah Ndo’...., namanya juga kehidupan toh, Ndo’....”, itulah yang selalu emak tua itu bilang.  Ia berucap seolah seperti orang kolot yang hanya memperdulikan kehidupan akhiratnya nanti, sehingga berimbas pada kehidupan anakanya di dunia yang melarat seperti ini. “ Ahh... kalau aku jadi model kelak, akan kulempar dia....”, itu fikirku selalu.
Aku Jasmine, anak seorang blasteran Indo-Belanda, yang masih heran akan silsilah ke-Indo an ku. Yeah, bagaimana tidak heran? Lantas aneh saja jika mengingat bagaimana bapak mau menikahi seorang gadis ‘deso’ yang mukannya terlalu banyak ‘duanya’, alias ‘duplikatnya’. Dan yang lebih menyedihkannya lagi, adalah, aku harus menyadari bahwa emak itu sebenarnya adalah ibu kandungku?! Ah!! Aku benci jika harus terus selalu mengingat tentang hal itu. Karena memang itulah kenyataannya, pahit memang. Bahkan sangat pahit! Namun mau bagaimana lagi? Di saat bapak sudah pergi ke rumah tuhan sejak lima tahun silam, aku dan si ‘Emak’ tua itu kini hanya tinggal berdua. Dan dialah memang, yang membiayai seluruh jenis kebutuhanku dengan membuka uasaha toko bunga. Yeah, meskipun dengan hasil yang pas-pas an, atau bahkan, sangat terbilang kurang untuk ukuran hidup seorang gadis cantik yang seharusnya tampil elegant dan modis sepertiku. Itulah sebabnya aku sangat membenci ‘emak’ dengan berbagai macam jenis alasannya. Memang sih, dia sangat baik. Berhati lembut, but please, don’t call me her daugther again! mual aku mendengarnya.  
Jarum jam menunjukkan pukul 07.00. masih terbilang pagi, dan emak pasti masih membuat sarapan di bawah. Aku turun mengenakan seragam putih abu-abu lengkap dan dengan membawa tas sekolah,  tanda siap untuk berangkat.
“Ndo’....”, tegur emak.
“Hmm.”, jawabku, agak bermalas-malasan.
“Kamu mau kemana toh?.... ndak makan dulu, iki mak buatin bubur kacang ijo, katanya kemarin mau bubur kacang ijo??”, tanyanya menghadap kearahku, padahal ia sedang mengaduk terus masakannya di dalam panci berukuran besar itu.
“iya entar”
“Loh ko?... ini loh... dimakan dulu toh Ndo....... wong emak udah buatin, enak toh dimakan panas-panas.......”, sambil menuangkannya ke dalam mangkuk berukuran besar. “Nih dimakan yo, biar sehat pagi-pagi makan bubur kacang hiaju..... kan enak, ntar badanmu hangat pas sampai sekolah...”, ia menyodorkan mangkuk itu dengan senyum lebarnya.
Aku yang sedang meneguk segelas teh agak geram dibuatnya, terlalu cerewet mahluk ini rupanya. “Emak ngapain sih! Tadi kan aku udah bilang makannya ntar aja! Kenapa sih!! Aku pengen berangkat sekolah dulu mak, ngerti ga sih!!”, ucapku kesal, sambil membanting gelas yang berisikan teh itu.
Emak terkaget-kaget melihat responku. Munkgin dia berfikir, ada yang berbeda dengan sikap ku akhir-akhir ini. Semenjak hari pertamaku memasuki sekolah SMA baruku. Dan ia hanya terdiam. Sempat aku berfikir, bahwa ia akan marah. Namun ternyata, tidak. Emak hanya berbalik badan, dan menuang bubur di dalam mangkuk itu ke dalam suatu plastik berwarna bening. Lalu ia ikat ujungnya, dan berbelok ke arahku.
  “Yasudah Ndo’.... kalau tidak mau dimakan sekarang yoo wess, ono opo-opo (tidak apa-apa). Yang penting kan kemaren kamu bilang mau, emak sudah buatkan. Sekarang Ndo berangkat saja sekolah dulu, nah.... dan ini.... bubur kacang hijaunya dibawa saja... buat bekal di sekolah......”, ucapnya sambil memberikan sebungkus pelastik itu kepadaku.  
Dan aku hanya terdiam. Hanya bisa terdiam. Aku tak sanggup lagi berbuat apa-apa, selain mengambil apa yang telah diberikannya itu kepadaku. Lalu aku memasukkannya ke dalam tas, menaruhnya di tempat yang paling aman. Ada sedikit perasaan disana, bahwa aku tidak ingin pelastik itu, beserta dengan isinya tumpah. Seolah tidak ingin kehilangan apa yang berada di dalamnya, dan kesan pertama tadi saat si oramg tersebut memberikan pemberian tersayangnya. Dan aku pun berjalan menuju ke arah pintu depan, lalu kini berlalu keluar dari rumah itu. Sepasang mata itu masih terpana melihatku tadi. Entah apa yang ia rasakan di sana, namun seolah ada kekecewaan tersirat dari kedua tatap mata yang dimana dapat kulihat, bahwa air matanya sedikit mulai menggenang di situ. Pasti ada keheranan yang ia fikirkan, mengapa anak yang dahulunya ia sayangi dengan sebegitu tulusnya, kini berubah menjadi senjata makan tuan yang menelan dirinya dan segenap kasih sayangnya selama ini ia berikan. Anaknya, yang dulu kian lucu ia timang, menjadi ganas tak tertahankan, berubah, dan seperti seolah ia tidak mengenalnya lagi. Dan percaya atau tidak, di sini aku pun mulai merasakan hal yang sama. Namun, “Ahhhh!.....”, aku tepis hal itu. Aku tidak boleh merasa kasihan. Aku tidak boleh mulai iba lagi kepadanya, dan tidak boleh mulai kembali lagi menyayanginya sama seperti dulu, saat bapak masih ada. Tidak, tidak boleh. Takkan aku biarkan hal itu kembali lagi. Karena, untuk apa aku menyayanginya? Untuk apa aku merasa kasihan kepadanya?? Apakah dia saja merasa kasihan kepadaku? Buktinya saja seperti saat ini, ia seolah tidak pedulidan tidak merasa bersalah atas kejadian diejeknya aku oleh teman sepermainanku karena dianggap kurang stylish lagi seperti waktu dulu. Dulu memang disaat bapak masih ada, semua berbeda. Aku bahagia, aku bisa hidup makmur, dan hidup sejahterah. Tidak seperti sekarang ini, bahkan teman-teman baikku sudah meninggalkanku. Semua memang karena keadaanku saat ini! karena emak tua itu! Huh. Liahat saja nanti, akan kubalas dia.
Sesampainya aku di kelas, kufikir usai sudah renunganku itu. Tak lama kemudian bel masuk pun berbunyi, dan seperti biasa, Alicia anak gaul kelas kakap itu datang melewati bangkuku bersama teman-teman sekelompok nya. Sepertinya, ia melihat apa yang baru saja aku letakkan di atas meja tadi.
“Uuu.... hai Jasmine........, hahahahahaah”, sapanya sambil tertawa-tawa. Menurutku, layaknya itu lebih pantas untuk disebut sebagai ejekkan.
“Yeah, kenapa lice (alice)...?”, sahutku dengan nada suara angkuh.
“Istirahat, pasti ada waktu kan, hmm??”, tanyanya lebih angkuh, sambil mendudukkan dirinya di meja hadapanku.
“Langsung aja deh, kenapa??!”, tanyaku yang sudah mulai kesal melihat posisi duduknya saat itu yang berada tinggi tepat di hadapanku.
“Wuuuuuu...., ada yang marah............., hahahahahah”, ledeknya sambil melirik ke arah teman-temannya, dan teman-teman ‘centil’ nya itu pun membalas tertawa. “Rupanya ada yang keberatan kalau gue duduk di sini deh temen-temen.........hahaahahaha, ni nih, si ‘bukin’, bule miskin.......hahahahaha, kayanya nggak suka banget kalau gue duduk di depannya dia.... lebih tinggi lagi posisinya.....hahahaha”, ejeknya, yang diikuti tawa teman-temannya. Ia terus saja menghinaku sambil ikut memainkan rambut panjang lurus miliknya, dan itulah yang selalu membuatku iri hati dengannya, sejak dulu masa pertemanan kami.
“Heh!! Uda deh, langsung aja, sebenarnya mau  loe itu apa??!!”, sahutku berdiri mendorongnya. Rupanya amarahku sudah mulai sulit untuk diredam.
“Wowowowo..... tatutttt, hahahahaha”, ledeknya.
Saat itu Alice maju satu langkah, dan kini wajahnya tepat berada di hadapanku. Dan kami berdua, benar-benar sama persis tingginya. Tak kurang atau lebih sedikit pun. Itu yang membuatku semakin kian sering disebut-sebut sebagai kembarannya.
“Loe  mau tau, mau gue apa???! Hah?!!!!!”, tanyanya dengan tatapan mata yang sangat sinis. Ada sesuatu aura kelicikan yang kurasakan di dalamnya. Dan aku yakin, kali ini ia mulai serius.
“Yeah. Apa???”, tantangku.
Tiba-tiba suara sunyi sejenak. Antara aku dan Alice, kami berdua saling bertatapan. Semua teman sekelas kami hanya bisa terdiam menyaksikan adegan kami ini. Seolah ada sesuatu yang mereka tunggu-tunggu sesudahnya.
“Jauhin Jason!”, ucap Alice singkat. Namun ia masih menatapku lekat-lekat.
Aku yang sejak tadi terdiam, hanya tersentak kaget mendengarnya. Aku benar-benar bingung.
“Ah?? Maksudnya??”, tanyaku.
“Ini yang paling gue benci!! Jangan pura-pura nggak tau deh loe!!!”, ucap Alice dengan penuh kemarahan.
“Pura-pura nggak tau apaan sih! Gue emang bener-bener nggak tau!! Tau apa gue tentang Jason! Deket aja nggak!! Mikir deh!!!”, sahutku mebalas amarahnya.
“Dasar ya susah banget dikasih tau!!!, jangan kecentilan deh loe!!! Loe pake susuk apa sih sampe cowok gue jadi suka banget sama lw!!!!!!!!!”
Aku bingung. Dan semakin terdiam atas kata-kata Alice. Maksudnya apa?? Kapan aku pernah dekat-dekat dengan lelakinya itu?!
 Dan tiba-tiba.............. “TPAAKK!!”, suara keras itu mengguncang seisi kelas. “Pinter ya loe! Asal loe tau ya Jasmine, bokap loe itu gue yang bunuh, PUASS!!! Gue suruh bokap gue untuk incer bokap loe di perusahaannya, dan lw liat kan sekarang yang terjadi........ bokap loe mati! Dan kalau itu nggak mau lagi loe rasain pada tubuh nyokap yang lebih mirip sebagai pembantu loe itu, jauhin Jason!!!!!!!!! ”
Semua anak diam terpaku, dan aku hanya bisa merasakan ada sesuatu yang sakit, dan panas merengkuh di pipiku. Dan ternyata, ada yang lebih menyakitkan di dalam sini, jauh di lubuh hatiku. Di dasarnya, kurasa sesuatu yang tlah kudengar barusan tlah merapuhkan sebagiannya Astagfirullahalazhim... Dan tak lama kemudian, disusul dengan keluarnya secercik darah yang mengalir dari bibirku.
Aku pun maju satu langkah, aku mendorongnya. Alice telah menamparku! Dan aku tidak bisa terima ini!!!! aku marah, dan benar-benar mengeluarkan hasrat emosi jiwa yang menggelora!!! Air mataku mulai bebas berkeliaran, tanpa ada sedikit pun pengaturan ke arah mana ia akan dijatuhkan. Tubuhku bergetar mendengar perkataan Alice. Bisa-bisanya ia melakukkan itu semua padaku dan keluargaku selama ini. Pantas saja, semua seperti ada yang mengganjal di balik dari tragedi kemeninggalan bapak. Sempat teringat di benakku, bagaimana pada saat awal pertama emak menangisi kepergian bapak, emak menangisi semua ini. betapa sakit hatinya, dan itu pasti terlihat dengan sangat dan cukup jelas. Semua orang yang menghadiri proses pemakaman bapak pun pasti mengetahui hal itu. semua menjadi saksi, bahkan tanah liat kuburan bapak tempat bapak dimakamkan pun ikut berperan sebagai saksi bisu tempat berjatuhannya ratusan liter air mata emak. Dan jujur, aku sayang mereka berdua. Aku sayang bapak, aku sangat menyayangi emak. Dan aku pun ikut iba melihatnya. Aku tak sanggup saat kejadian itu. Kenangan itu terlintas lagi di benakku, menjadi batang yang semakin memperkuat alasan kebencianku dengan Alice selama ini. Seakan semua nuansa ilmu etika agama telah kuingkarkan hari ini, dan aku telah mendustainya.
Namun sejenak, saat aku ingin membalasnya, semua seolah seperti tertutup bagiku. Aku tak memilki lagi sedikit pun kesempatan untuk mengeluarkannya, mininal untuk membalasnya. Tiba-tiba guruku datang, dan melerai kami semua. Alice dibawa mundur oleh teman-temannya, dan begitu juga denganku. Namun dari jauh Alice masih sempat melemparkan sesuatu kearahku, ia melemparkan sesuatu yang ternyata sejak tadi ia genggam diluar kesadaranku. Dan ia ambil millikku itu yang paling berharga. Ia lemparkan ke arahku sebuah benda berkantung pelastik bening, yang sepertinya sudah sangat kukenal rupanya. Ia menumpahkannya ke wajahku dari kejauhan, hingga akhirnya pecahlah bubur kacang hijau pemberian emak tadi pagi itu. bubur yang di mana tercampur adegan kasih sayang seorang ibu dan penghianatn seorang anak di dalamnya. Bagaikan air susu di balaa air tuba, oh teganya aku! AKU MARAH!!!!!!! DAN AKU TIDAK BISA TERIMA!!!! Entah mengapa, melihat itu semakin menyulut emosiku!!!!!!!! Yeah memang itu berharga bagiku! Memang benda itu sangat berarti bagiku!!! Dan kini aku sudah tidak malu lagi mengakuinya!!! Takkan pernah kuulangi lagi penepisan perasaan yang kurasakan!!!!! Aku pun berlari keluar jauhh dari ruangan terkutuk itu. dan terus berlari, hanya dengan membawa setengah bungkus bubur kacang hijau yang masih tersisa buatan emak tadi, dan bubur itu akan terus aman di dalam genggamanku. Yang aku fikirkan sekarang, adalah bagaimana caranya aku pulang dengan selamat dan menemui sesosok mahluk indah yang pernah kumiliki, yang selalu kurasakan dekapan kasih sayangnya. Ia adalah malaikat yang turun dari langit, malaikat yang jiwanya ingin aku peluk. Malaikat pertama dan terakhir pemilik hatiku. Ialah malaikat penolong. Ingin aku pulang merengkuh di kakinya, biar kucium semua haru surga di jemari telunjuk kakinya itu. ialah malaikat yang tuhan titipkan untukku. Untuk kujaga perasaannya, untuk kujunjung tinggi martabat dan kemulaiaannya. Malaikat yang harus kusayangi ‘tiga banding satu’ dari seorang bapak baik yang aku milikki. Dialah malaikat ‘desa’, mlaikat yang masih sangat terjaga kemurnian dan kesucian tulus cintanya. Akulah anak durhaka. Tuhan sangat pantas menghardikku. Aku telah menzhalimi mahluk-Mu yang terindah, ya Allah.........ampunilah aku.......... berilah aku waktu...............
Sesampainya aku di rumah, aku melihat ibu sedang terbaring di sofa, menoleh ke arahku. Ia mungkin sangat bingung, mengapa secepat itu aku sudah pulang. Ia membelaiku, memelukku.......
“Mak...... m....mm....,mma...,maafkan Jasmine, makk.............”, tangisku dengan suara terisak-isak memeluknya.
“Nopo toh Ndo’.............”, tanyanya keheranan melihatku menangis. Ia pun sampil terus memelukku di pangkuannya.
“Ja.........Jas........Jasmine salah mak,........a.......a.....aku, aku.......”
“Shuuuut............., sudah Jasmine...................., sudah-sudah............”, belum selesai aku bicara emak sudah memotongnya. “Kenapa??..... bubur’e tumpah yo?........Yoo wess Ndo’ ........ono opo-opo...................., emak kan sudah buat banyak untuk kamu.............., masih banyak Ndo’........., masih banyak di belakang..........., satu panci kok, ndak usah khawatir............”, ucapnya sambil memelukku lagi.
Aku heran mendengarnya. Mengapa Emak berbicara demikian???.... oh sungguh, begitu baik dirinya!! Ia berbicara begitu polos pasti karena kelembutan hatinya yang membuat ia selalu tulus mengahadapi anaknya yang bahkan tidak tahu diri sepertiku ini! Ia pasti berfikir, bahwa aku menangis semata-mata bukanlah karena semua ini, -dari mulai kemeninggalan bapak, sampai pada kemiskinan kami yang disebabkan hanyalah akibat dari kesalahanku, setidaknya hanya karena teman yang aku fikir selama ini amatlah baik dan bahkan selama ini aku bela melebihi dari dirinya, ibuku sendiri-, namun ia pasti berfikir bahwa aku menangis dan meminta maaf dengannya hanya dikarenakan bubur kacang hijau buatannya yang ia buatkan khusus untuk aku anak kesayangannya, hanya dikarenakan bubur itu tumpah. Oh sungguh, betapa baiknya hati Emak!!! Tak kusadari bahwa ternyata selama ini kumiliki ibu yang luar biasa seperti Emak. Betapa menyesalnya aku, ya Tuhan.... selama ini telah kusia-siakannya dia. Emak, Emakku tercinta.  Mendengar itu, melihatmu aku sangat bahagia. Bahkan tambah bahagia. Aku semakin bahagia, dialah Emakku tercinta! AKU BANGGA PUNYA EMAK..... Aku cinta padamu, Mak. Juga cinta pada buburmu yang hangat, enak, mengenyangkan dan menenangkan jiwaku itu. Aku tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan aku terlalu bahagia. Ya Allah.......... mahluk apa ini?? Engkau ciptakan mahluk yang begitu sempurna seperti ini??, mahluk indah yang sangat aku cintai dan juga mahluk tersebut sangat mencintaiku. Ia mengobati rasa lukaku, selalu menghapus duka dan air mataku, bahkan disaat sebelum ia sadari, bahwa sebenarnya dirinya “jauuh lebih terluka dari pada dirikku.



By: Cut Falah N.R

hahaha hii, kembali lagi dengan saya.
ini cerita semasa saya kelas 1 SMA dulu loh.. ;)
ya memang belum terlalu lama, tapi juga jelas bukan cerita terbaru saya ^^
dont go anywhere ya, i'll be right back dengan cerita cerita yang lainnya 
thank you so much <3
@CutFalahNR (Twitter)
cutfalah.blogspot.com
cutfalahnr@yahoo.com
fafacfnr@gmail.com

Postingan Terpopuler

Postingan Terbaru